Cerita Ngentot AKU, PAMANKU & SEPUPUKU
Dalam kisah nyataku kali ini, sungguh ini adalah kenangan yang indah sekaligus menyakitkan. Setelah aku menginjak SMP, aku menyadari apa yang terjadi saat bersama Andrew dan Darwin adalah suatu ‘kesalahan’ bagi orang ‘normal’. Dan aku berusaha untuk melupakannya.
Setelah aku pindah dari rumahku yang sebelumnya, Kakak laki-laki dari ibuku, Paman Denny (maaf, nama samaran) ikut tinggal di rumahku. Dia adalah seorang laki-laki yang cukup gagah menurutku, dengan warna kulit kuning coklat karena sering berjemur di luar. Biasalah, dia pekerja lapangan. Dia sudah menikah namun istrinya meninggalkannya. Aku tidak pernah menanyakan mengapa hal tersebut terjadi. Kupikir, itu hanyalah masalah pribadinya.
Ia menempati sendiri kamarnya, terletak persis di sebelah kamarku. Selama tahun-tahun pertama sejak ia tinggal, kami memang jarang mengobrol. Ia selalu mengunci kamarnya rapat-rapat setelah pulang kerja. Kadang ia hanya keluar seperlunya saja. Namun pada suatu hari ia lupa untuk mengunci pintu. Memang dasar aku memiliki rasa ingin tahu yang besar maka kubuka pintu kamarnya. Wah, memang kamar cowok itu selalu berantakan. Kamarnya penuh dengan bau rokok, sesuatu yang aku sangat tidak suka. Kulihat buku-buku berserakan, yang pasti buku-buku porno yang aku tidak sempat untuk membacanya karena aku terkejut saat melihat seluruh poster yang menempel di kamarnya. Wuihh, aku pikir aku salah masuk kamar nih!
Dinding kamarnya full dengan gambar-gambar cewek dan cowok dengan pakaian minim, bahkan ada yang telanjang. Darah mudaku langsung berdesir. Ah, kenapa ini? Aku segera tutup kembali kamar tersebut namun dalam hati bertanya-tanya. Aku kembali memendam keingintahuanku. Hari demi hari terus berlalu hingga suatu sore saat orang rumah tidak ada di rumah, yang ada hanya tinggal aku dan pamanku. Kulihat ia sedang duduk di beranda rumah.
Aku menyapanya, “Lagi cape ya, Paman??”
“Iya nih, Gun bantuin pijitin donk”, pintanya.
“Sini, balikin badannya ya” jawabku.
Apa yang terjadi berikutnya adalah ia melepaskan seluruh pakaiannya kecuali CD-nya yang biru gelap itu. Aku terperanjat dengan tindakannya, apalagi sesuatu di balik CD itu sungguh menonjol. Wah, kenanganku kembali ke masa laluku saat aku meraba-raba kedua penis Kakak beradik, Andrew dan Darwin. Akh, gila nih! Apa yang ada di pikiranku saat itu. Aku berjuang untuk tidak memikirkannya lagi.
Aku pijat badannya mulai dari punggung. Dia minta untuk turun ke pantat sampai kaki. Entah mengapa, penisku mulai bergerak tak karuan. Saat kupegang pantatnya, rasanya pantatnya kencang sekali. Aku tetap menahan gejolakku saat itu. Dia kemudian meminta aku untuk menginjak badannya. Aku turuti kemauannya karena dia pamanku. Setelah itu, ia berbalik dan.. Alamak.. Tonjolan itu kian membesar, bahkan kepala penisnya sudah muncul untuk keluar dari CD-nya. Kulihat kepala penisnya sudah basah.
“Kamu pengen ngeliat gak? Gimana, lumayan gak ukurannya?”. Aku hanya mengangguk saja.
“Coba kamu pegang kontol Paman”
Aku belum pernah melihat penis orang dewasa yang begitu besarnya, ukurannya hampir tiga kali genggaman tanganku. Ia membimbing tanganku untuk memegangnya. Ini adalah kali pertama aku memegang penis orang dewasa. Ia menyuruhku untuk mengocoknya. Aku agak ragu untuk melakukannya karena dia pamanku. Aku coba kocok seperti yang dia minta, bahkan ia minta agar semakin lama semakin cepat.
Hampir sekitar 20 menit akhirnya ia melenguh seperti kerbau. Spermanya muncrat dan hampir mengenai wajahku. Ah, belum pernah aku melakukan hal segila ini, dengan pamanku sendiri, pikirku. Aku hanya tertegun saat ia membersihkan dirinya. Dia hanya tersenyum padaku dan melirik penisku yang nampak menonjol dari celana pendekku. Dia menarik celanaku lalu memegang penisku.
“Jangan! Jangan lakukan itu Paman. Aku nggak mau” seruku.
“Nggak apa-apa, nggak sakit koq” katanya sambil mulai mengocok penisku. Jantungku seperti mau copot rasanya saat ia mulai mengocok dengan cepat.
“Eegh… Aku.. Pa.. Jangan.. Akh… Akh.. Geli.. Eegh.. Sakit.. Eegh..” nafasku memburu.
Dia hanya tersenyum. Tidak berapa lama spermaku pun tumpah. Wah, ini pengalaman pertamaku dikocok oleh pamanku sendiri dan sperma pertamaku.
“Kamu sudah dewasa yah” katanya. Aku hanya diam melihat spermaku sendiri.
“Kau tahu, ini yang disebut onani, gimana, enak gak? tanyanya lagi. Aku hanya tertunduk. Sungguh, itulah pengalaman pertama karena umurku baru 13 tahun. Dan aku merasa bersalah namun juga menikmati.
Hari berikutnya aku disuruh ke kamarnya. Kali ini aku diminta untuk memeluknya dan menciumnya. Aku merasakan kenikmatan seperti saat aku melakukannya dulu. Tapi ini lain, kenikmatan dengan seorang laki-laki dewasa. Badannya keras tapi aku suka. Ia terus menggumuliku seakan-akan aku ini istrinya. Kami selalu melakukan hal itu saat tidak ada orang di rumah. Setiap ia menggumuliku, perasaanku bercampur aduk. Pamanku tidak pernah menyuruhku untuk melakukan anal maupun oral karena saat itu aku masih merasa jijik.
Namun pada suatu hari saat kami sedang bergumul tiba-tiba ia berhenti. Ia diam, lalu menangis. Ia hanya minta agar jangan diteruskan dan meminta aku untuk keluar. Aku sempat bertanya namun ia tidak menjawabnya. Akh, kenapa dia? Dia tidak pernah lagi menggumuliku seperti dahulu. Kadang aku sangat rindu pada perlakuannya itu. Kucoba untuk cari perhatiannya lagi. Kadang saat dia sedang mandi, aku pura-pura untuk buang air kecil. Dia segera membukakan pintu.
“Ah, sudah selangkah lagi”, pikirku.
Kulihat dia membersihkan badannya sambil memainkan sabun. Lalu jari jarinya turun ke arah batang kejantanannya sambil menggosok-gosok. Aku hanya memperhatikannya dan berusaha untuk berlama-lama di dalam kamar mandi. Tapi, ia tidak terpengaruh dengan sikapku. Akhirnya, setelah kencing, aku keluar lagi. Kadang tanpa sengaja aku melihat dia di kamar sedang mempermainkan penisnya hingga mencapai klimaks.
Ia tinggal di tempatku tidak terlalu lama. Aku lihat dari wajahnya kalau ia masih ingin mencari istrinya untuk kembali lagi dengannya. Baru kusadari ternyata apa yang ia lakukan itu hanyalah suatu pelampiasan. Dia menganggap aku sebagai istrinya yang hilang. Dia bukanlah seorang gay, mungkin biseks, Aku tidak tahu. Saat itu aku merasa dipermainkan.
Pamanku sendiri mengajari aku suatu perbuatan yang sesungguhnya ingin aku lupakan. Tapi dalam hatiku aku merasa kasihan. Kasihan karena pamanku tersiksa setelah ditinggal istrinya. Ah, memang kurang ajar istrinya itu. Kulepaskan pikiranku jauh-jauh dari pamanku. Ia adalah orang pertama yang mengajariku sesuatu yang baru bagiku. Namun dalam hatiku, aku menangis, karena aku sudah masuk dunia gay. Ya, sesuatu yang dianggap aneh oleh orang banyak.
Setahun setelah meninggalkan rumah, aku mendengar kabar yang membuat hatiku menangis. Ia telah tiada!
Dadaku sesak saat itu. Aku mencari tahu kenapa ia meninggal. Ia jatuh sakit dan tidak sempat dibawa kerumah sakit. Kebencian maupun rasa kehilangan jadi satu. Kenapa harus terjadi? Kenapa ia meninggalkan aku begitu cepat? Kenapa dia menjadikanku seperti ini? Kenapa? Aku hanya menangis di kamarku.
*****
Selang 3 tahun…
Tok.. Tok.. Tok..
Suara pintu rumahku diketuk. Kulihat saudara sepupuku Santo (nama samaran).
Memang rumah kami jadi pusat berkumpulnya keluarga karena nenekku tinggal di rumahku sehingga tidak jarang seluruh keluarga kumpul di rumahku. Dan kalau sudah begitu, wah jadi pasar malam. Berisik, dan tak bisa tidur. Kusapa dia. Ia tersenyum. Umurnya masih muda, 15 tahun, berbeda hampir dua tahun denganku. Kami ngobrol panjang lebar. Dan itu bukan pertama kali ia datang, ia memang sering berkunjung ke rumahku. Biasa saat ia datang kerumah selalu menginap di dalam kamarku. Dan bahan pembicaraan kami seperti tidak ada habisnya.
Malam itu aku tidak bisa tidur. Kucoba pejamkan mata. Susah banget sih! Kulihat Santo juga sedang bolak balik badannya. Kulihat dia juga tidak bisa tidur. Kupikir, kami berdua tidak bisa tidur malam itu. Jadi kugunakan kesempatan itu untuk ngobrol dengannya. Lama-kelamaan obrolan kami menjurus ke arah seks yang membuat penisku tegang, mungkin dia juga. Aku cepat-cepat akhiri agar tidak terlalu jauh. Lalu kupejamkan mata lagi. Namun dalam hitungan menit, ia kembali memanggilku dan kembali bertanya
“Ko, udah tidur belum?”
“Belum, kenapa?”, jawabku sekenanya.
“Apa sih homo itu. Katanya cowok dengan cowok ya?” tanyanya lagi. Kaget juga saat ia bertanya seperti itu. Lalu kucoba untuk menjawab.
“Iya, emang kenapa?”
“Aku pernah melihat teman-temanku. Mereka saling mengocok penisnya, bahkan ada yang menghisap dan menjilati burung temanku” katanya. Aku diam sejenak.
“Kamu sendiri gimana? Pernah gak?”
“Eh… Pernah sich, waktu itu disuruh hisap teman punya”
“Terus..” pancingku.
“Yah.. Aku lakuin deh” katanya pelan. Aku diam lagi. Berusaha untuk menghindari topik ini. Kulirik dia. Sepertinya dia sudah mengantuk.
“Udah, tidur sana!” kataku
*****
Segala yang terjadi dalam hidup adalah sebuah misteri ilahi
Waktu terus berputar dan tak bisa ditawar
Lelah kaki melangkah, sesat tiada arah
Terasa aku tersentak dan ingin berteriak
Perih dan pedihnya cobaan dan ujian
Apa yang dimaksud dengan kehidupan..
*****
Saat aku duduk di bangku panjang beranda rumah tiba-tiba Santo datang menghampiriku. Kami kembali ngobrol ke sana-kemari. Lagi-lagi kami terjebak dalam pembicaraan yang menjurus ke arah seks. Tapi kali ini aku berniat untuk meladeni apa yang ia mau. Dasar pikiran kotor!! Kupancing dia dengan berbagai pertanyaan dan..
“To, sini coba aku pengen lihat burungmu” pintaku.
Dengan agak malu-malu ia keluarkan penisnya itu. Walaupun umurnya masih 15 tahun tapi penisnya cukup besar dan sudah tegang. Aku tidak heran karena kita bercerita tentang hal-hal yang porno. Kuusap penisnya pelan-pelan, kugoyangkan dan kupijit lembut. Ia meringis. Aku malah tambah bernafsu. Kuteruskan agresiku ke arah telurnya. Wah, lembut sekali.
Aku mulai mencium pipinya, bibirnya dan lehernya sambil tanganku tetap mengelus burungnya. Dia malah membalas dengan berusaha memegang kejantananku yang masih terbungkus rapat dengan celana. Ia tarik celanaku lalu mencium CD-ku. Wow, anak ini bernafsu sekali. Ia keluarkan penisku dan ia kocok penisku dengan mantap. Aku merasa nikmat saat itu sambil memejamkan mata.
Tiba-tiba aku merasa ada kehangatan di penisku. Ya, kehangatan yang berasal dari rongga mulutnya. Ia sedang mengoralku. Serasa ada di antara hidup dan mati, aku seperti dibuat terbang ke langit ke tujuh. Ia pintar sekali melakukannya. Kepala penisku dijilatinya sampai basah oleh air liurnya, kemudian ia gigit kecil sambil memaju-mundurkan mulutnya. Ia kulum kepala penisku. Batang penisku kemudian dijilatinya. Ya, ada sensasi tersendiri. Saat itu aku tak mau kalah. Aku raba punggungnya. Aku balikkan badannya sehingga aku berada di atasnya sekarang. Aku terus menciumi seluruh tubuhnya.
Sampai akhirnya aku tiba di hadapan kejantanan seorang anak 15 tahun. Penisnya yang bersunat itu nampak dan tegak menantang di hadapanku. Kuberikan jilatan-jilatan lembut dan kulakukan apa yang seperti ia lakukan. Ia pasrah dengan apa yang aku lakukan. Saat itu aku tidak bisa berpikir jernih. Yang aku pikirkan hanyalah bagaimana bisa menikmati tubuhnya dan memuaskannya. Kupikir dia juga harus melakukan hal yang sama sehingga aku mengubah posisi menjadi 69. Dia di atas dan aku di bawah. Sedotan demi sedotan, jilatan demi jilatan kami berikan satu sama lain. Sampai akhirnya..
“To, mau keluar nih”
“Keluarin aja Ko” katanya.
“Aahh..” aku melenguh.
Aku tak tahan lalu spermaku pun muncrat ke dalam mulutnya. Kulihat dia menikmati apa yang kuberikan sore itu. Dia kemudian mencabut penisnya lalu diapun bergoyang-goyang di atas dadaku. Kurasakan cairan hangat membasahi perutku. Ya, cairan spermanya pun tumpah di perutku. Ia jilati spermanya sendiri sampai habis. Itu membuatku geli karena perutku terasa seperti dikelitiki. Sungguh, itulah pengalaman pertamaku melakukan oral.
****
Sudah yang ketiga kalinya aku melakukan hal yang serupa. Namun dalam batinku, ada sesuatu yang salah. Aku tidak mau dia menjadi orang yang seperti aku. Dan lagi apa yang aku lakukan waktu itu hanya sekedar iseng dan hawa nafsu saja. Hingga pada suatu malam saat ia ada di kamarku dan mulai meraba tubuhku, aku segera menghindar. Ia kaget dengan tingkahku. Kukatakan kepadanya agar jangan melakukannya lagi. Dia heran. Akupun pura-pura marah, padahal aku sendiri menginginkannya.
“Maafkan Ko Gun, To. Kamu nggak tahu yang Ko Gun perbuat. Tapi Ko Gun sayang kamu sebagai seorang Adik. Ko Gun minta agar kita akhiri sampai di sini saja ya!”, ujarku.
Dia hanya diam. Kami kemudian kembali berusaha untuk tidur. Aku tahu dia tidak bisa tidur, akupun juga.
****
Hari ini aku bisa bernafas lega. Ia sekarang sudah memiliki seorang kekasih. Kukatakan padanya agar apa yang kita lewati bersama jangan diingat lagi. Aku lega sekarang. Santo, seorang pria sejati sekarang. Dan beberapa sepupuku yang lain, mereka sekarang juga sudah menjadi laki-laki sejati. Sedangkan aku sekarang sudah menerima siapa diriku sebenarnya, seseorang yang butuh lelaki lain yang bisa mengerti diri ini.
*****
Kenangan bersama mereka semua telah kukubur dalam-dalam. Kubiarkan diriku untuk sibuk dengan segala yang ada. Sejak kelas 3 SMA aku sudah berusaha untuk mencari uang sendiri dengan menjadi guru les hingga sekarang. Sepanjang kuliah aku berteman dengan banyak teman wanita walaupun belum mendapatkan pacar dan aku berusaha. Untuk mengubah kebiasaanku.